PENGERTIAN DAN
DEFINISI HUTAN TROPIS
Pengertian dan
Definisi dari Hutan tropis adalah hutan alam yang terletak di antara garis
23°27" Lintang Utara dan 23°27" Lintang Selatan, berada pada daerah
iklim tropis. Hutan Tropis terdapat di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara,
Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik,
Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Luas dari daerah
tropis mencakup 30 persen dari keseluruhan wilayah di permukaan bumi.
Di daerah hutan tropis hanya
terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan curah hujan yang
tinggi. Berbeda dengan daerah sub tropis atau temperate yang mempunyai empat
musim yaitu musim panas (summer), musim gugur (autum), musim dingin (winter) dan
musim semi (spring).
Keragaman jenis satwa maupun
flora di daerah hutan tropis sangat tinggi dibandingkan pada lokasi yang lain.
Kondisi habitat pada daerah hutan tropis sangat heterogen, menyebabkan muculnya
keanekaragaman jenis yang tinggi. Keranekaragaman jenis yang terbesar terdapat
pada hutan tropis di Asia Tenggara, kemudian hutan tropis Amazon setelah itu
hutan tropis Afrika. Perkiraan jumlah spesies pohon di hutan tropis Asia
Tenggara sebanyak 12.000 - 15.000 spesies, untuk hutan tropis Amazon Amerika
Latin sebesar 5000 - 7000 spesies, sedang pada hutan tropis Afrika sebesar 2000
- 5000 spesies.
·
Stratum bawah
·
Stratum tengah
·
Stratum atas
·
Pohon tertinggi
Richard (1952) membagi
stratifikasi pada hutan tropis menjadi beberapa stratum tergantung kondisi
hutan tropis tersebut, seperti Stratum A, Stratum B, Stratum C, Startum D, dan
Stratum E.
TIPE TIPE HUTAN TROPIS
A. Tipe Hutan
Berdasarkan Faktor Iklim
Di daerah tropis umumnya temperaturnya tinggi dan ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting. Berdasarkan dua faktor tersebut dilahirkan berbagai zonasi atau pengelompokan vegetasi dengan cara-cara yang berbeda.
Klasifikasi berdasarkan kedua hal tersebut dilakukan antara lain oleh :
Di daerah tropis umumnya temperaturnya tinggi dan ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting. Berdasarkan dua faktor tersebut dilahirkan berbagai zonasi atau pengelompokan vegetasi dengan cara-cara yang berbeda.
Klasifikasi berdasarkan kedua hal tersebut dilakukan antara lain oleh :
Ø
de Martone (1926)
Ø
Koeppen (1936)
Ø
Koeppen dan Trewartha (1943) dan
Ø
Lauer (1952)
Klasifikasi menurut Koeppen
(1936), Koeppen dan Trewartha (1943) merupakan klasifikasi yang paling banyak
digunakan. Sistem ini didasarkan pada pengaruh iklim terhadap pertumbuhan
vegetasi yang selanjutnya dikelompokkan dalam lima kelompok besar yaitu :
Ø
Iklim Hutan Tropis (A)
Ø
Iklim Tropis Kering (B)
Ø
Iklim Savana
Ø
Iklim Stepa
Ø
Iklim Gurun
Iklim Hutan Tropis
(A), secara umum dicirikan oleh suhu rata-rata bulanan lebih dari atau sama
dengan 180 C, dengan suatu klasifikasi lebih lanjut berdasarkan besarnya curah
hujan bulanan dan distribusinya lebih lanjut, sebagai berikut :
Ø
Af : tanpa bulan kering, hujan sepanjang tahun dengan curah hujan bulanan
lebih dari 60 mm.
Ø
Am : memiliki bulan kering yang pendek, dimana pada bulan kering lapisan
tanah bagian dalam tetap lembab dan curah hujan rata-rata tahunan tinggi.
Ø
Aw : hujan pada bulan kering
Ø
As : jarang dijumpai.
Ketinggian tempat
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kondisi iklim, baik dari segi suhu,
kelembaban udara maupun curah hujan, yang selanjutnya mempengaruhi vegetasi
yang ada. Masing-masing zona ketinggian tempat memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, baik dari segi floristik, komposisi maupun struktur. Klasifikasi
menurut ketinggian tempat secara umum sebagai berikut :
1. Hutan Tropis Dataran Rendah (0 – kurang dari 800 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Dipterocarpaceae, Annonaceae, Bombacaceae, Guttiferae, Sapindaceae, Euphorbiaceae, Dilleniacee, Leguminoceae, Meliaceae, Sterculiaceae.
2. Hutan Tropis Dataran Tinggi/ Pegunungan (800-1.500 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Fagaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Araucariaceae, Juglandaceae.
3. Hutan Tropis Pegunungan Tinggi (lebih dari 1.500 m dpl.)
Famili penyusun tipe hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Myrtaceae, Podocarpaceae.
1. Hutan Tropis Dataran Rendah (0 – kurang dari 800 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Dipterocarpaceae, Annonaceae, Bombacaceae, Guttiferae, Sapindaceae, Euphorbiaceae, Dilleniacee, Leguminoceae, Meliaceae, Sterculiaceae.
2. Hutan Tropis Dataran Tinggi/ Pegunungan (800-1.500 m dpl.)
Famili penyusun hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Fagaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Araucariaceae, Juglandaceae.
3. Hutan Tropis Pegunungan Tinggi (lebih dari 1.500 m dpl.)
Famili penyusun tipe hutan ini untuk wilayah Asia Tenggara, yaitu : Myrtaceae, Podocarpaceae.
HUTAN HUJAN TROPIS
1. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Hutan Hujan Tropis
adalah suatu masyarakat kompleks merupakan tempat yang menyediakan pohon dari
berbagai ukuran. Dalam buku ini istilah kanopi hutan digunakan sebagai suatu
yang umum untuk menjelaskan masyarakat tumbuhan keseluruhan di atas bumi. Di
dalam kanopi iklim micro berbeda dengan diluarnya; cahaya lebih sedikit,
kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Banyak dari pohon yang
lebih kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih besar di dalam iklim
mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di atas bentuk pohon dan dalam iklim mikro
dari cakupan pertumbuhan kanopi dari berbagai jenis tumbuhan lain: pemanjat,
epiphytes, mencekik, tanaman benalu, dan saprophytes.
Pohon dan kebanyakan
dari tumbuhan lain berakar pada tanah dan menyerap unsur hara dan air.
Daun-Daun yang gugur, Ranting, Cabang, dan bagian lain yang tersedia; makanan
untuk sejumlah inang hewan invertebrata, yang penting seperti rayap, juga untuk
jamur dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari
bagian yang jatuh dan dengan pencucian dari daun-daun oleh air hujan. Ini
merupakan ciri hutan hujan tropis yang kebanyakan dari gudang unsur hara total
ada dalam tumbuhan; secara relatif kecil di simpan dalam tanah.
Di dalam kanopi
hutan, terutama di hutan dataran rendah, disana hidup binatang dengan cakupan
luas, hewan veterbrata dan invertebrata, beberapa yang makan bagian tumbuhan,
yang memakan hewan. Hubungan timbal balik kompleks ada antara tumbuhan dan
binatang, sebagai contoh, dalam hubungan dengan penyerbukan bunga dan
penyebaran biji. Beberapa tumbuhan, yang disebut myrmecophytes, menyediakan
tempat perlindungan untuk semut di dalam organ yang dimodifikasi. Banyak
tumbuhan, menghasilkan bahan-kimia yang berbisa bagi banyak serangga dan cara
ini untuk perlindungan diri dari pemangsaan.
Keseluruhan
masyarakat organik dan lingkungan phisik dan kimianya bersama-sama menyusun
dasar ekosistem pada hutan hujan tropis. Jika bagian dari hutan menjadi rusak,
tumbuhan (dan satwa) terbukanya gap, yang lain menyerbu dengan persaingan; ada
suatu suksesi sekunder dari komunitas tumbuhan seral, hingga dengan cepat suatu
masyarakat yang serupa menjadi asli seperti semula. Ini disebut “Klimaks”.
Pada permukaan tanah terbuka, contohnya, terjadi pada 1963 oleh letusan Gunung
Agong di Bali, suatu suksesi primer, atau prisere, terjadi juga hingga Klimaks.
2. Synusiae
Suatu synusia adalah
suatu kelompok tumbuhan dari bentuk hidup yang serupa mengisi relung yang sama
dan berperan serupa di dalam komunitas dimana bentuknya terpisah (Richards
1952); Ini merupakan suatu bentuk hidup komunitas terpisah.
Synusiae menyediakan suatu bahan untuk menganalisa masyarakat tumbuhan yang
kompleks. Richards (1952) telah memperkenalkan suatu penggolongan yang praktis
untuk synusiae hutan hujan tropis:
A. Tumbuhan Autotrophic (dengan butir hijau daun)
A. Tumbuhan Autotrophic (dengan butir hijau daun)
1. Tumbuhan
Independent Mekanis
a. Pohon dan Treelets
b. Herba
2. Tumbuhan Dependent
Mekanis
a. Pemanjat
b. Para pencekik
c. epiphytes (termasuk semi paracitic epiphytes)
B. Tumbuhan
Heterotrophic (tanpa butir hijau daun).
1. Saprophytes.
2. Parasites.
Jenis sangat berbeda hubungan taxonomic menyusun
synusiae. Seperti halnya yang dipunyai bentuk hidup umum, banyak juga mempunyai
physiognomy yang sangat serupa. Penyajian yang relatif ttg kelompok ekologis
berbeda dalam berbagai Formasi hutan hujan tropis adalah penting definisi
mereka. Mereka adalah mewakili seluruh hutan hujan dataran rendah yang hijau tropis.
Synusiae terjadi sepanjang daerah tropis di mana saja Formasi ditemukan.
3. Siklus Pertumbuhan Hutan
Pohon ada yang mati dan secepatnya mati disebabkan
umur yang tua, biasanya dari ujung cabang memutar kembali kepada tajuk,
sedemikian sehingga spesimen hampir mati tua (`overmature' di dalam bahasa
rimbawan) adalah ‘‘stagheaded'', dengan dahan lebat yang diarahkan oleh
hilangnya anggota yang semakin langsing; lubang biasanya berongga pada tingkat
ini. Gugur tajuk ke bawah adalah bagiannya, dan secepatnya batang dan musim
gugur potongan dahan sisanya, sering menyurut oleh suatu hembusan keras badai
yang diawali dengan angin. Alternatif batang terpisah sebagai kolom berdiri.
Banyak pohon tidak pernah menjangkau tingkat lanjut seperti itu tetapi diserang
mati oleh kilat atau turun satu demi satu atau di dalam kelompok pada
kedewasaan utama mereka atau lebih awal. Rimbawan mencoba untuk memanen suatu
pohon baik sebelum umur tua hampir matinya.
Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa: tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Tingkat dan pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal yang biasa terjadi.
Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa: tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
Tingkat dan pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal yang biasa terjadi.
Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
4. Stratifikasi
Hutan sering dianggap menjadi
lapisan atau strata dan formasi hutan berbeda untuk mendapatkan jumlah strata
berbeda & Strata ( Lapisan, atau tingkat) sering mudah dilihat dalam hutan
atau pada suatu diagram profil, tetapi kadang tidak dapat.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, Lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, Lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.
Konsep struktural lapisan kelihatan hilang pada alam
yang dinamis dari kanopi hutan hujan, kenyataannya yang tumbuh dalam ditambah
sejak semula. Penambalan pada berbagai ukuran adalah tahap beragam siklum
pertumbuhan hutan.
Lapisan bentuk tajuk berhubungan dengan pertumbuhan
pohon. Pohon muda masih bertumbuh tingginya lingkar hampir selalu monopodial,
dengan batang tunggal (ada beberapa perkecualian, sebagai contoh Alstonia),
dan tajuk pada umumnya sempit dan jangkung. Pohon Dewasa kebanyakan jenis
adalah sympodial, tanpa batang pusat tunggal, dan beberapa dahan melanjut untuk
tumbuh menambah lebar tajuk setelah dewasa tingginya telah dicapai; paling pada
umumnya, sympodial tajuk lebih luas dibanding mereka adalah dalam, terus
meningkat sangat dengan meningkatnya umur pohon. Pohon lebih pendek belum
dewasa dibanding yang tinggi. Lapisan bentuk tajuk begitu sangat diharapkan.
Pertumbuhan Tinggi kebanyakan jenis pohon menjadi
sempurna ketika hanya antara sepertiga dan setengah mencapai lubang diameter
akhir. Diikuti daun-daunan akan cenderung untuk dipusatkan berlapis-lapis di
mana suatu jenis atau suatu kelompok jenis dari dewasa serupa tingginya
mendominasi suatu posisi, sebagai contoh, di dalam hutan dipterocarp.
Lapisan struktural kadang-kadang kelihatan pada
diagram profil atau di dalam hutan dan jumlah dan tingginya lapisan akan tergantung
pada tahap atau mewakili tahap siklus pertumbuhan. Tiga lapisan pohon di dalam
pohon hutan hujan tropis yang selalu hijau dataran rendah adalah suatu yang
abstrak menyenangkan menghadirkan status yang umum bangunan dan tahap dewasa
mempertimbangkan bersama-sama. Tetapi pengambilan data dari suatu area tanpa
memperhatikan langkah-langkah yang phasic akan pada umumnya mengaburkan
keberadaan lapisan, kecuali Hutan dengan sedikit jenis atau kelompok yang
mendewasakan pada kemuliaan berbeda.
Penggunaan lain dari konsep
stratifikasi pada ketinggian dimana jenis pohon tertentu atau bahkan
keluarga-keluarga biasanya dewasa. Sebagai contoh, di Malaya muncul atau yang
paling atas lak terdiri kebanyakan kelompokDipterocarpaceae dan Leguminosae.
Tentang Dipterocarpaceae, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Shorea menyediakan
banyak yang muncul dan sebagai pembanding Hopea dan Vatica pohon yang kecil
yang B dan C lapisan. Hanya sedikit dari 53 jenis Leguminosae Pohon
didalam Malaya adalah umum seperti muncul, terutama jenis Dialium,
Koompassia, dan Sindora ( Whitmore 1972d). Hutan hujan dataran rendah selalu
hijau Dipterocarp pada umumnya puncak kanopi pada 45 m, dan
umumnya pohon individu mencapai tinggi 60 m. Pohon paling tinggi dicatat
adalah Kompassia Excelsa ( 80'72 m Malaya, 83'82 m. Sarawak;
Gambar. 4.2, p. 54) dan Dryobalanops aromatica 67'1 m (
Foxworthy 1926). Timur Pilipina dipterocarps hanya di tempat
penting dan kanopi lebih rendah, sebagai contoh, Vitex cofassus Pometia pinnata
di dalam Hutan dataran rendah Bougainville pada umumnya 30- 35 m tinggi dengan
muncul tersebar sampai 39 m ( Heyligers 1967).
Burseraceae dan Sapotaceae berlimpah-limpah pada
lapisan kanopi utama di barat Malesia dan lapisan puncak kanopi di timur
Malesia. Pada daerah yang luas ini tingkat umumnya dikatakan lapisan C atau
lapisan pohon bawah berisi kebanyakan jenis dua famili pohon paling
besar, Euphorbiaceae dan Rubiaceae, dan
banyak Annonaceae, Lauraceae, dan Myristicaceae, di
antara yang lain.
Pohon yang mencapai puncak kanopi terlihat ke atmospir
eksternal, sangat trerisolasi, temperatur tinggi, dan pergerakan angin harus
dipertimbangkan, dan harus yang sesuai diadaptasikan secara fisiologis. Di
dalam kanopi microclimate sungguh berbeda, seperti telah digambarkan di
pendahuluan pada bab ini dan dilanjutkan yang berikutnya. Mengikutinya mungkin
salah satu yang dikenali dari dua kelompok yang berbeda jenis, menyesuaikan
untuk diatur dua kondisi-kondisi ini; dan menarik seluruh jenis itu, atau
bahkan seluruh familinya, memanfaatkan satu situasi atau yang lain. Jenis yang
tumbuh dibawah naungan tetapi mencapai puncak dari kanopi pada tingkat dewasa
dengan hidup di dua lingkungan sangat berbeda pada tahap berbeda dalam hidup,
dan mungkin berubah secara fisiologis, meskipun demikian data eksperimen masih
sebagian besar kekurangan.
5. Bentuk Pohon
Pohon adalah bentuk hidup yang utama pada hutan hujan.
Bahkan tumbuhan bawah sebagian besar terdiri dari tambuhan berkayu bergentuk
pohon berhutan; semak belukar yang terlihat jarang, meskipun demikian lapisan D
sering dengan bebas disebut “lapisan semak belukar”
Tajuk
Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk
rimbawan yang disebut dalam bagian yang sebelumnya, adalah perbedaan antara
konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk
tajuk sympodial ketika mereka dewasa tetapi beberapa mempertahankan bentuk
tajuk monopodial sepanjang seluruh hidup, sebagai contoh, semua Annonaceae dan
Myristicaceae di hutan tropis timur jauh, ini umum terjadi di antara jenis
pohon kecil berkembang di dalam kanopi. Rimbawan tertarik dengan volume kayu
yang meningkat per area, dan pohon-pohon monopodial dengan karakteristik tajuk
yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik dalam penanaman dibandingkan
jenis sympodial. Ini merupakan salah satu alasan mengapa conifer yang akan
ditanam pada tropika basah yang memiliki daya tarik lebih untuk diperhatikan,
khusunya Pinus spp tropis, dan Araucaria dan mengapa Shorea
spp dari kelompok Dipterocarpaceae kayu Meranti Merah Terang dan jenis
cepat tumbuh lainnya, jenis yang memerlukan cahaya, jenis kayu keras asli
setempat, sepertiAlbizia falcata, Campnosperma, Endospernum dan Octomeles,
memiliki perhatian yang terbatas.
Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor
utama yang menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan apical versus
lateral, meristem radial simetrik versus bilateral simetrik, berselang–seling
dan berirama versus pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga.
Kombinasi faktor-faktor ini hanya memberikan pembatasan jumlah total dari model
yang mungkin dari konstruksi tajuk. Arsitektur pohon tidak berkorelasi baik
dengan taksonomi, beberapa famili kaya akan model, contohnya Euphorbiaceae dan
yang lain miskin, contohnyaMyristicaceae.
Batang Pohon
Untuk mengamati bentuk batang pohon di atas lantai
hutan selalu lebih kurang seperti tiang, sedikitnya sampai bagian yang paling
rendah, dan ia merasakan seolah-olah di dalam suatu katedral beratap hijau.
Sesungguhnya ada beberapa yang pada umumnya dapat dibandingkan dengan lilin
yang kecil, dapat dilihat pada pohon yang di tebang dan kelebihannya harus
dibuat ketika membuat tabel volume untuk tujuan kehutanan.
Banir
Tinggi Banir, menyebar, bentuk permukaan dan ketebalan
biasanya tetap di dalam suatu jenis dan oleh karena itu, seperti bentuk tajuk
penunjang adalah penuntun untuk identifikasi hutan. Ada sedikit bukti yang
ganjil untuk menilai kebenaran atau jika tidak menyangkut penyamarataan yang
umum bahwa pohon dengan akar ketukan dalam tidak membentuk penunjang, dan
sebaliknya.
Kulit Batang
Sesuatu kekeliruan umum bahwa semua atau sebagian
pohon hutan memiliki kulit batang yang pucat, tipis dan licin. Ini jauh dari
kenyataan, hutan hujan kaya dengan warna dan bayangan dari hitam (Dyospiros)
sampai putih (Tristania), sampai warna coklat terang (Eugenia). Kecuali
batang-batang pohon yang mengarah keluar iklim mikro hutan, seperti pohon yang
dalam proses terisolasi dan pada pinggiran hutan, memiliki warna yang seragam
yaitu abu-abu pucat. Sapihan dan tiang yang kecil memiliki kulit batang yang
tipis dan lembut. Batang pohon dengan diameter di atas 0.9 m memperlihatkan
suatu keaneka ragaman bentuk permukaan, secara kasar seperti bercelah,
bersisik, atau “dippled”, dan beberapa licin. Setelah daun, karakteristik permukaan
kulit batang dan penampilannya menjadi bantuan yang paling utama ke pengenalan
jenis hutan dan mungkin punya arti untuk taksonomi. Beberapa famili homogen
kulit batangnya dan yang lain menunjukkan pola gamut.
Bunga
Biasanya bunga berkembang berhubungan dengan batang (Cauliflory)
atau cabang (ramiflory) bervariasi antara formasi hutan hujan tropis
yang berbeda.Cauliflory adalah paling umum di hutan hujan tropis
dataran rendah yang selalu hijau dan berkurang sehubungan dengan pertambahan
tinggi tempat.
Akar
Suatu Pertumbuhan, memperbaharui minat akan sistem
akar pohon hutan hujan tropis dengan pengembangan studi dalam produktivitas dan
siklus hara.. Seperti kebanyakan kasus, kebanyakan akar ditengah hutan hujan
ditemukan sampai pada 0.3 m atau kira-kira pada tanah. Banyak pohon yang sistem
perakarannya dangkal dengan tidak menembus terlalu dalam semuanya. Beberapa,
mungkin sedikit, mempunyai akar ketukan dalam, tetapi oleh karena; berhubungan
dengan berbagai kesulitan dalam pelaksanaannya maka sistem perakaran sangat
sedikit dipelajari. Nye dan Greenland (1960) sudah memberi perhatian pada peran
penting akar secara relatif , beberapa menembus ke kedalaman tertentu untuk
mengambil hara mineral dari pelapukan partikel batuan atau horizon alluvial, di
samping peran mereka sebagi penstabil dan jangkar. Sesungguhnya sangat sukar
untuk mengetahui akar mana yang sangat bagus dan merupakan ciri hidup mereka.
Komponen ini kemudian biasanya diremehkan, meskipun demikian esuatu yang sangat
substansial dalah menegtahui jumlah biomassa akar. Biomassa akar merupakan
urutan kesepuluh dari total biomassa dari dua hutan yang dipelajari. Hal ini
merupakan alasan yang dapat dipercaya menagapa akar terkonsentarsi di permukaan
karena hara inorganik terbentuk di sana sebagai hasil dekomposisi sisa-sisa
bagian tumbuhan yang jatuh dan hewan yang mati.
6. Epifit, pemanjat
dan pencekik
Epifit dan pemanjat dibuat stratifikasi. Di dalam
masing-masing synusia dua kelompok utama dapat dikenali, suatu photophytic atau
kelompok yang memerlukan matahari , menyesuaikan diri secara morfologi maupun
fisiologi dengan iklim mikro dari kanopi hutan, dan skiophytic atau kelompok
yang memerlukan keteduhan, menyesuaikan diri dengan daerah yang lebih dingin,
lebih gelap dan lebih lembab pada iklim mikro dari kanopi hutan, meskipun
demikian perbdaan ini tidak pernah absolut.
Epifit
Epifit tajuk pohon seperti
kebanyakan anggrek dan Ericaceae. Dalam hutan hujan tropika banyak tumbuh golongan epifit yang jumlahnya
kurang lebih 10% dari pohon-pohon dalam hutan hujan (Richards, 1952). Epifit
adalah semua tumbuh-tumbuhan yang menempel dan tumbuh di atas tanaman lain
untuk mendapatkan sinar matahari dan air. Akan tetapi epifit bukanlah parasit.
Epifit bahkan menyediakan tempat tumbuh bagi hewanhewan tertentu seperti
semut-semut pohon dan memainkan peranan penting dalam ekosistem hutan. Sebagian
besar tanaman ini (seperti lumut, ganggang, anggrek, dan paku-pakuan) tingkat
hidupnya rendah dan bahkan lebih senang hidup di atas tumbuhtumbuhan lain
daripada tumbuh sendiri.
Pemanjat
Banyak pemanjat yang menjangkau puncak kanopi
mempunyai bentuk tajuk, dan sering juga ukuran, dari tajuk pohon. Pemanjat
biasanya dengan bebas menggantung pada batang pohon, dan dapat berubah menjadi
pemanjat berkayu besar. Mereka diwakili oleh banyak famili tumbuhan. Semua
kecuali dua jenis dicurigai Gymnosperm Gnetum adalah pemanjat berkayu
besar. Di antara pemanjat berkayu besar yang paling umum adalah Annonaceae.
Palm yang menjadi pemanjat, rotan, adalah kelas penting lainnya dari pemanjat
berkayu besar yang merupakan corak hutan hujan.
Pemanjat berkayu paling besar
adalah photophytes dan tumbuh prolifically di
dalam pembukaan hutan dan pinggiran hutan, menimbulkan dongeng yang populer
rimba raya tebal yang tak dapat tembus. Mereka bertumbuh dalam gap dan tumbuh
dengan tajuk pada pohon muda, maka akan ikut dengan bertumbuh tingginya penggantian
kanopi. Mereka juga bertumbuh setelah operasi penebangan dan boleh membuktikan
suatu rintangan serius kepada pertumbuhan suatu hutan
Pencekik
Para pencekik adalah tumbuhan yang memulai hidupnya
sebagai epifit dan menurunkan akar ke tanah dan meningkat dalam jumlah dan
ukuran dan bertahan di bawah tekanan dan akhirnya dapat membungkus pohon yang
menjadi tuannya sehingga sering pohon itu kemudian mati. Contoh pencekik
adalah Schefflera, Fagraea, Timonius, Spondias dan Wightia.
Tipe Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia
1. Hutan Tropis Basah
Hutan tropis basah adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi, sering juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di hutan ini, yaitu : Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur (Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp).
2. Hutan Muson Basah
Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun 1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati, mahoni, sonokeling, pilang dan kelampis.
3. Hutan Muson Kering
Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu Jati dan Eukaliptus.
4. Hutan Savana
Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 – 6 bulan dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di Flores, Sumba dan Timor.
B. Tipe Hutan
Berdasarkan Physiognomi
Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :
- Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa
- Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage).
- Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.
Contoh :
a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :
Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :
- Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa
- Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage).
- Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.
Contoh :
a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :
Kanopi
|
:
|
25 – 45 m
|
Tinggi pohon
(emergent)
|
:
|
Khas, 60 – 80 m
|
Daun penumpu
|
:
|
Sering dijumpai
|
Elemen daun dominan
|
:
|
Mesophyl
|
Akar papan
|
:
|
Sering dijumpai dan
sangat besar
|
Kauliflori
|
:
|
Sering dijumpai
|
Liana berkayu
|
:
|
Sering dijumpai
|
Liana pada batang
|
:
|
Sering dijumpai
|
Ephyphit
|
:
|
Sering dijumpai
|
b. Ciri physiognomy
hutan tropis dataran tinggi/ pegunungan :
Kanopi
|
:
|
15 – 33 m
|
Tinggi pohon
(emergent)
|
:
|
Sering tidak ada
|
Daun penumpu
|
:
|
Jarang dijumpai
|
Elemen daun dominan
|
:
|
Mesophyl
|
Akar papan
|
:
|
Jarang dijumpai dan
kecil
|
Kauliflori
|
:
|
Jarang dijumpai
|
Liana berkayu
|
:
|
Jarang dijumpai
|
Liana pada batang
|
:
|
Sering dijumpai
|
Ephyphit
|
:
|
Sangat sering
dijumpai
|
c. Ciri physiognomi
hutan tropis pegunungan tinggi :
Kanopi
|
:
|
2 - 18 m
|
Tinggi pohon
(emergent)
|
:
|
Pada umumnya tidak
ada
|
Daun penumpu
|
:
|
Sangat jarang
dijumpai
|
Elemen daun dominan
|
:
|
Microphyl
|
Akar papan
|
:
|
Pada umumnya tidak
ada
|
Kauliflori
|
:
|
Tidak ada
|
Liana berkayu
|
:
|
Tidak ada
|
Liana pada batang
|
:
|
Jarang dijumpai
|
Ephyphit
|
:
|
Sering dijumpai
|
Di Indonesia
berdasarkan ciri physiognomi tedapat dua tipe hutan yaitu : Hutan Hujan Tropis,
hutan yang selalu hijau dan hutan musim atau hutan yang menggugurkan daun.
Hutan hujan tropis umumnya dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku
bagian Utara dan Papua sedangkan hutan musim yang menggugurkan daun dijumpai di
Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan.
C. Tipe Hutan Berdasarkan Sosiologi Vegetasi
Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh :
Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh :
Ø
Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara, merupakan hutan tropis yang
umum dijumpai dan Famili yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae.
Ø
Hutan Shorea albida di Serawak, merupakan hutan tropis yang didominasi
jenis Shorea albida.
Ø
Hutan Ebony (Diospyros sp) di Sulawesi, merupakan hutan tropis yang
didominasi oleh Ebony atau kayu hitam.
Ø
Hutan Mahoni di Jawa, meupakan hutan musim yang didominasi oleh mahoni di
pulau Jawa.
Tipe-tipe Hutan pada
Kondisi Khusus (Azonal)
Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara.
1. Hutan Mangrove
Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.
2. Hutan Gambut (Peak Forest)
Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.
3. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara.
1. Hutan Mangrove
Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.
2. Hutan Gambut (Peak Forest)
Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.
3. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
CIRI KHAS KONDISI HUTAN TROPIS
DI INDONESIA
Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam
hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
hutan-hutan lainnya. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai 17.500
lebih pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya tempat tumbuh
dari hutan-hutan di Indonesia membuat Hutan tropis Indonesia mempunyai ciri
khas yang khusus dibandingkan hutan di belahan bumi lainnya.
Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis
sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan
antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara
komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat
memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas
biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara
nyata di lapangan, tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah,
tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti
kaolinite dan illite.
Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium
menjadi aktif di samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga
melengkapi keunikan hutan ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap
terbentuklah salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara
tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga
mampu mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975).
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan dan
ciri khas tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan
tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar 80% terdapat pada
top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan hujan
tropis merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap
komponen tidak bisa berdiri sendiri.
Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya
ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun
tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
Dari ciri khas tersebut membuat hutan tropis di Indonesia
sangat rentan terhadap kerusakan hutan. Kerusakan hutan tropis di Indonesia
diperkirakan mencapai 2 juta hektar per tahun. Kerusakan hutan tropis di
Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor baik dari pihak yang hanya mencari
keuntungan semata atau pun dari cara pengelolaan hutan tropis yang salah,
karena tidak mengerti tentang karakteristik hutan tropis itu sendiri.
Usaha penanggulangan dan pencegahan kerusakan hutan
tropis di Indonesia merupakan hal yang mendesak dilakukan. Jika tidak hutan
tropis ini akan hilang akibat kegiatan-kegiatan penebangan hutan, pertambangan,
pemukiman penduduk, pembukaan lahan pertanian, kebakaran hutan dan konversi
dalam bentuk lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin, 1994,
Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta
Arief, Arifin, 2002, Hutan dan Kehutanan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Suhendang, Endang, 2002, Pengantar Ilmu Kehutanan, Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Weidelt, H. J, 1995, Silvikultur Hutan Alam Tropika (Diterjemahkan oleh : Nunuk Supriyanto), Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Whitmore, T. C, 1984, Tropical Rain Forest of The Far East (Second Edition), Oxford University Press, Oxford.
Arief, Arifin, 2002, Hutan dan Kehutanan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Suhendang, Endang, 2002, Pengantar Ilmu Kehutanan, Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Weidelt, H. J, 1995, Silvikultur Hutan Alam Tropika (Diterjemahkan oleh : Nunuk Supriyanto), Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Whitmore, T. C, 1984, Tropical Rain Forest of The Far East (Second Edition), Oxford University Press, Oxford.
titanium trim hair cutter | Titanium Artists
BalasHapusFiber, Gold, Spade, Dried, Muckleshoot, Spade, Dried, Muckleshoot, titanium automatic watch Spade, Dried, Muckleshoot, titanium water bottle Fiber, Gold, Spade, 2018 ford fusion energi titanium Dried, Muckleshoot, Fiber, Gold, Spade, Dried, Muckleshoot, Fiber, titanium trim as seen on tv Spade, Dried, Muckleshoot, Fiber, Gold, Spade, Dried, Muckleshoot, Fiber, Gold, Spade, cobalt vs titanium drill bits Dried, Fiber, Gold, Spade, Dried, Fiber, Gold, Spade, Dried,